Beranda | Artikel
Pengertian Haji, Hukum dan Keutamannya
Selasa, 11 Juli 2023

PENGERTIAN HAJI, HUKUM DAN KEUTAMAANNYA

KITAB HAJI DAN UMRAH
Mencakup yang berikut ini:

  1. Pengertian haji, hukum dan keutamaannya.
  2. Miqat-miqat
  3. Ihram
  4. Fidyah
  5. Jenis-jenis ibadah haji
  6. Pengertian umrah dan hukumnya.
  7. Tata Cara umrah.
  8. Tata Cara Haji.
  9. Hukum-hukum Haji dan Umrah.
  10. Ziarah ke Masjid Nabawi
  11. Hadyu, kurban dan aqiqah.

PENGERTIAN HAJI, HUKUM DAN KEUTAMAANNYA
Haji: yaitu beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menunaikan manasik/ibadah-ibadah menurut sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di tempat yang tertentu dan di masa yang tertentu.

Kedudukan Baitul Haram:
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Baitul Haram diagungkan, menjadikan Masjidil Haram sebagai halaman baginya, menjadikan kota Makkah sebagai halaman bagi Masjidil Haram, menjadikan tanah haram sebagai halaman bagi Mekkah, menjadikan miqat-miqat sebagai halaman bagi tanah haram dan menjadikan semenanjung Arab sebagai halaman bagi miqat. Semua itu sebagai keagungan dan kemuliaan untuk Baitullah al-Haram. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ أَوَّلَ بَيۡتٖ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكٗا وَهُدٗى لِّلۡعَٰلَمِينَ ٩٦ فِيهِ ءَايَٰتُۢ بَيِّنَٰتٞ مَّقَامُ إِبۡرَٰهِيمَۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنٗاۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ [ال عمران: ٩٦،  ٩٧] 

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. * Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. [Ali ‘Imran/3: 96-97].

Kemuliaan dan Rahasia Ibadah haji.

  1. Haji merupakan ekspresi pelaksanaan persaudaraan Islam dan persatuan umat Islam. Di mana sirna dalam ibadah haji segala perbedaan jenis, warna, bahasa, tanah air dan tingkatan, dan nampak hakekat penghambaan dan persaudaraan. Semua dengan satu pakaian, menghadap kepada satu qiblat dan menyembah satu Ilah (Tuhan).
  2. Haji merupakan madrasah, padanya seorang muslim membiasakan diri untuk sabar, ingat hari kiamat dan huru haranya, merasakan kelezatan menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengenal keagungan Rabb-nya, dan fakirnya semua makhluk kepada-Nya.
  3. Haji adalah musim besar untuk memperoleh pahala, dilipat gandakan kebaikan dan ditebus segala kesalahan padanya, padanya hamba bersimpuh di hadapan Rabb-nya dengan berikrar mentauhidkan-Nya, mengakui dosanya dan lemahnya ia dalam melaksanakan hak Rabb-nya. Sehingga ia pulang dari haji dalam keadaan bersih dari dosa, seperti hari ia dilahirkan ibunya.
  4. Ibadah haji mengingatkan keadaan para nabi dan rasul ‘alaihimusshalatu wassalaam dan ibadah, dakwah dan jihad serta akhlak mereka, dan menanamkan jiwa berpisah keluarga dan anak.
  5. Haji adalah timbangan, yang dengannya kaum msulimin mengenal keadaan dan kondisi mereka dalam hal ilmu pengetahuan dan kebodohan, kaya dan fakir, istiqamah atau penyimpangan.

Hukum Haji.
Haji adalah salah satu rukun Islam, diwajibkan pada tahun ke sembilan Hijriyah. Hukumnya wajib atas setiap muslim, yang merdeka, balig, berakal, mampu, sekali dalam seumur hidup secara bersegara,(jika sudah mampu tidak boleh ditunda-tunda).

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ [ال عمران: ٩٧] 

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. [Ali-‘Imran/3: 97]

Yang mampu melaksanakan haji.
Yaitu orang yang sehat badan, mampu melakukan perjalanan, mempunyai bekal dan kendaraan yang memungkinkan dengannya menunaikan ibadah haji hingga pulang, setelah membayar kewajiban seperti hutang, nafkah yang disyari’atkan untuknya dan keluarganya, dan ia mempunyai kelebihan untuk menutupi kebutuhan pokoknya.

Barang siapa yang mampu menunaikan ibadah haji dengan harta dan badannya, ia harus menunaikannya dengan dirinya sendiri. Dan barang siapa yang mampu dengan hartanya, tidak mampu dengan badannya, ia harus mencari pengganti yang melaksanakan haji untuknya (badal haji). Dan barang siapa yang mampu dengan badannya dan tidak mampu dengan hartanya, maka ia tidak wajib melaksanakan haji. Dan barang siapa yang tidak mampu melaksanakan haji dengan harta dan badannya, gugurlah kewajiban haji darinya.

Bagi orang yang tidak mempunyai harta, ia boleh mengambil harta zakat untuk melaksanakan ibadah haji, haji termasuk sabilillah.

Keutamaan Haji dan Umrah:

  1. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata :

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: سُئل رسول الله- صلى الله عليه وسلم- أي الأعمال أفضل؟ قال: «إيمَانٌ بِالله وَرَسُولِهِ» قيل: ثم ماذا؟ قال: «جِهَادٌ فِي سَبِيلِ الله» قيل: ثم ماذا؟ قال: «حَجٌّ مَبْرُورٌ». متفق عليه

‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, Amalan apakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.’ Beliau ditanya lagi, ‘Kemudian apa? Beliau menjawab, ‘Jihad fi sabilillah.’ Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya lagi,’Kemudian apa? Beliau menjawab, ‘Haji yang mabrur.’ Muttafaqun ‘alaih.[1]

  1. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata :

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: سمعت النبي- صلى الله عليه وسلم- يقول: «مَنْ حَجَّ للهِ، فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَيَومِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ». متفق عليه.

‘Saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa yang berhaji karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu ia tidak berkata keji dan tidak melakukan tindakan fasik, niscaya ia kembali seperti hari ibunya melahirkannya.’ Muttafaqun ‘alaih.[2]

  1. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata :

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: «العُمْرَةُ إلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إلَّا الجَنَّةُ». متفق عليه.

‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Satu umrah kepada umrah yang lain sebagai kafarat (penebus dosa) yang ada di antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasan baginya selain surga.‘ Muttafaqun ‘alaih.[3]

Barang siapa yang meninggal dunia orang yang mendapat kewajiban haji, sedangkan ia belum melaksanakan haji, wajib dikeluarkan dari harta peninggalannya untuk menghajikannya (badal haji).

Hukum perempuan melaksanakan haji dan umrah tanpa mahram.
Bagi perempuan, disyaratkan untuk kewajiban haji, adanya mahram seperti suaminya, atau orang yang haram menikah dengannya untuk selamanya, seperti ayah atau saudara, atau anak, atau semisal mereka. Jika mahram menolak berhaji dengannya (perempuan), maka ia tidak wajib melaksanakan haji. Jika ia berhaji tanpa mahram, maka ia berdosa dan hajinya sah.

Perempuan tidak boleh melakukan perjalanan untuk haji atau yang lainnya kecuali bersama mahram, sama saja ia masih muda atau tua, sama saja ia bersama rombongan perempuan atau tidak, sama saja perjalanan itu jauh atau dekat, karena umumnya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لا تُسَافِرِ المَرْأَةُ إلا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ.متفق عليه.

‘Janganlah perempuan melakukan safar (perjalanan) kecuali bersama mahram.‘ Muttafaqun ‘alaih.[4]

Barang siapa yang menghajikan orang lain karena faktor lanjut usia, atau sakit yang tidak diharapkan kesembuhanya, atau untuk mayit, ia boleh berihram dari miqat mana saja yang dia kehendaki. Dia tidak harus memulai safar dari negeri orang yang dihajikannya. Seorang muslim tidak sah menghajikan orang lain sebelum ia melaksanakan haji untuk dirinya sendiri dan yang mewakilkan tidak harus menahan diri dari segala yang diharamkan dalam ihram saat ibadah haji.

Orang yang tidak mampu secara fisik boleh meminta ganti kepada orang lain dalam melaksanakan haji sunnah atau umrah, dengan upah atau tanpa upah.

Barang siapa yang meninggal dunia saat melaksanakan haji, maka tidak perlu diqadha` amalan haji yang tersisa, karena ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah. Dan barang siapa yang meninggal dunia, sedangkan dia tidak pernah shalat, maka ia tidak boleh dihajikan atau bersedekah untuknya, karena ia telah murtad.

Tata cara ihram perempuan haid dan nifas.
Perempuan yang haid dan nifas boleh mandi dan berihram haji atau umrah, ia tetap dalam ihramnya dan menunaikan ibadah-ibadah haji. Akan tetapi ia tidak boleh thawaf di baitullah hingga ia suci, kemudian mandi dan menyempurnakan ibadah-ibadah hajinya, kemudian bertahallul. Adapun jika berihram umrah, maka ia tetap dalam ihram sampai suci, kemudian ia mandi, lalu menyempurnakan ibadah-ibadah umrah, kemudian bertahallul.

Keutamaan menunaikan haji dan umrah secara kontinyu.
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata :

عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله- صلى الله عليه وسلم-: «تَابِعُوا بَيْنَ الحَجِّ وَالعُمْرَةِ، فَإنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِي الكِيرُ خَبَثَ الحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالفِضَّةِ، وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ المَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إلا الجَنَّةُ». أخرجه أحمد والترمذي

‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Teruskanlah menuanikan haji dan umrah, karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa, sebagaimana ubupan tukang besi menghilangkan karat besi, emas dan perak, dan tidak ada pahala bagi haji mabrur selain surga’. HR. Ahmad dan at-Tirmidzi.[5]

Hukum keluar dari Makkah untuk menunaikan umrah bagi pendatang.
Bagi orang yang datang ke Makkah untuk menunaikan haji atau umrah dimakruhkan keluar dari kota Makkah (tanah haram) untuk menunaikan umrah yang sunnah, dan hal itu termasuk bid’ah yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak pula para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum, tidak di bulan Ramadhan dan tidak pula di bulan lainnya. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyuruh ‘Aisyah Radhiyallahu anha melakukannya, tetapi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengijinkannya untuk menyenangkan hatinya. Dan thawaf di Baitullah lebih utama dari pada keluar (dari tanah haram) untuk melaksanakan umrah yang sunnah.

Umrahnya ‘Aisyah Radhiyallahu anha dari Tan’im khusus bagi orang haid yang tidak bisa menyempurnakan umrah haji seperti ‘Aisyah Radhiyallahu anha, maka tidak disyari’atkan untuk perempuan lainnya yang suci, apalagi laki-laki.

Hukum haji anak kecil dan umrahnya.
Apabila anak kecil berihram haji, niscaya sah sebagai haji sunnah. Apabila dia anak yang sudah mumayyiz, ia melaksanakan seperti yang dilakukan laki-laki dan perempuan yang balig. Dan jika ia masih kecil, walinya meniatkan ihram untuknya, thawaf dan sa’i denganya, melontar jumrah untuknya. Dan yang lebih utama agar dia melaksanakan ibadah haji atau umrah yang ia mampu melakukannya. Dan apabila dia telah balig setelah itu, ia harus melaksanakan haji Islam.

Apabila anak kecil atau budak melaksanakan haji, kemudian anak kecil itu balig dan budak itu merdeka, maka keduanya wajib melaksanakan haji yang lain.

Sah haji anak kecil dan orang yang berhaji dengannya mendapat pahala.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anha, ia berkata :

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: رفعت امرأةٌ صبياً لها فقالت: يا رسول الله ألهذا حج؟ قال: «نَعَمْ وَلَكِ أَجْرٌ». أخرجه مسلم.

‘Seorang perempuan mengangkat bayinya seraya berkata, ‘Ya Rasulullah, apakah ada haji untuk ini?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ya, dan pahalanya untukmu.‘ HR. Muslim.[6]

Hukum orang musyrik masuk ke dalam masjid.
Orang musyrik tidak boleh masuk ke dalam Masjidil Haram dan ia boleh memasuki masjid lainnya untuk kepentingan syar’i.

  1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡمُشۡرِكُونَ نَجَسٞ فَلَا يَقۡرَبُواْ ٱلۡمَسۡجِدَ ٱلۡحَرَامَ بَعۡدَ عَامِهِمۡ هَٰذَاۚ وَإِنۡ خِفۡتُمۡ عَيۡلَةٗ فَسَوۡفَ يُغۡنِيكُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦٓ إِن شَآءَۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٞ  [التوبة: 28]

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini, maka Allah nanti akan memberi kekayaan kepadamu karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. [At-Taubat/9 :28]

  1. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata :

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: بعث النبي- صلى الله عليه وسلم- خيلاً قِبَلَ نجد، فجاءت برجل من بني حنيفة، يقال له ثُمامة بن أُثال، فربطوه بسارية من سواري المسجد، فخرج إليه النبي- صلى الله عليه وسلم- فقال: «أَطْلِقُوا ثُمَامَةَ» فانطلق إلى نخل قريب من المسجد فاغتسل، ثم دخل المسجد فقال: أشهد أن لا إله إلا الله، وأن محمداً رسول الله. متفق عليه.

‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus pasukan berkuda ke arah Nejd, maka pasukan itu datang dengan membawa tawanan dari Bani Hanifah, namanya Tsumamah bin Atsal. Maka mereka mengikatnya di salah satu tiang masjid. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar kepadanya seraya berkata, ‘Lepaskanlah Tsumamah.’ Lalu Tsumamah pergi ke kebun kurma di dekat masjid, lalu ia mandi. Kemudian ia memasuki masjid seraya berkata, ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala.’ Muttafaqun ‘alaih.[7]

Keistimewaan-keistimewaan Tanah Haram.
Tanah haram mempunyai beberapa keistimewaan, yang terpenting adalah: berlipat pahala shalat padanya, besarnya dosa kejahatan padanya, orang musyrik diharamkan memasukinya, diharamkan memulai perang padanya, diharamkan memotong (menebang) pohon dan rumputnya kecuali izkhir (nama jenis rumput), diharamkan memungut barang temuannya kecuali untuk mengumumkannya, diharamkan membunuh atau memburu binantang buruannya, dan padanya permulaan rumah yang diletakkan untuk manusia. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ أَوَّلَ بَيۡتٖ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكٗا وَهُدٗى لِّلۡعَٰلَمِينَ ٩٦ فِيهِ ءَايَٰتُۢ بَيِّنَٰتٞ مَّقَامُ إِبۡرَٰهِيمَۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنٗاۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ [ال عمران: ٩٦،  ٩٧] 

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) Maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. [Ali-‘Imran/3: 97]

[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي   (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Ibadah  العبادات ) Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri  Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] HR. al-Bukhari no. 1519, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 83.
[2] HR. al-Bukhari no. 1521, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 1350.
[3]  HR. al-Bukhari no. 1773, dan Muslim no. 1349
[4]  HR. al-Bukhari no. 1862, dan Muslim no. 1341
[5]  Hasan HR. Ahmad no . 3669, lihat as-Silsilah ash-Shahihah no. 1200, dan at-Tirmidzi no. 810, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 650
[6]  HR. Muslim no. 1336
[7]  HR. al-Bukhari  no. 462, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 1764.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/84112-pengertian-haji-hukum-dan-keutamannya.html